Disampaikan pada Seminar
Nasional Upaya Pengendalian Penyakit Berbasis Wilayah, Poltekes Kemenkes
Semarang di Purwokerto, 19 Des. 2015.
ANALISIS SPASIAL UNTUK PENYAKIT
BERBASIS
LINGKUNGAN
Sunaryo
(Balai
Penelitian dan Pengembangan Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang
Banjarnegara)
E-mail
: yok_ban@yahoo.com
Abstrak
Analisis
spasial menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) sangat mendukung untuk
pengambilan keputusan dalam penanggulangan penyakit berbasis lingkungan.
Prinsip dasar dari konsep ini adalah pemanfaatan SIG untuk mengkonversi data
populasi, data penyakit, data lingkungan, fasilitas kesehatan, dll menjadi
bentuk visual seperti peta dan grafik guna memudahkan interpretasi data
penyakit serta mendukung pengambilan keputusan terkait program penanggulangan
penyakit berbasis lingkungan. Fungsi analisis spasial dari SIG termasuk antara
lain klasifikasi, penilaian, tumpang susun, dan fungsi-fungsi lingkungan.
Integrasi SIG dan penginderaan jauh mempermudah analisis spasial karena kenampakan
yang mendekati dunia nyata. Produk luaran yang dihasilkan dari analisis spasial
adalah: identifikasi wilayah berisiko tinggi, persebaran kasus, tren waktu,
populasi berisiko, memantau kegiatan surveilans dan penanggulangan penyakit,
penilaian aksesibilitas terhadap fasilitas kesehatan serta memperkirakan
terjadinya kasus di masa datang.
Kata
kunci: Spasial, penyakit berbasis lingkungan
Pendahuluan
Perkembangan
kegiatan survei dan pemetaan untuk analisis spasial sangat dinamis, terbagi
menjadi 3 era: tahun 70-an masih menggunakan sketsa manual, pada era tahun
90-an orientasi spasial sudah menggunakan pemanfaatan komputer dan SIG untuk
menginput, mengolah dan menganalisis data spasial. Pada era tahun 2000-an
sampai sekarang pemanfaatan teknologi spasial sudah semakin maju dengan semakin
mudahnya akses jaringan internet, sehingga analisis spasial/pemetaan sudah
dalam bentuk website. Perkembangan analisis spasial dan SIG untuk pemetaan
masalah kesehatan terutama untuk penyakit berbasis wilayah berkembang di
Indonesia mulai tahun 90/2000-an yang dipelopori oleh Dapeng Luo.
Analisis
spasial dalam SIG dapat dinyatakan dengan fungsi-fungsi spasial dan atribut,
yang memiliki kemampuan memberikan jawaban-jawaban atau solusi terhadap
pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: What is at (pertanyaan lokasional
apa yang terdapat pada lokasi tertentu), What is it (pertanyaan
kondisional: lokasi apa yang mendukung untuk kondisi tertentu), How has it
changed (pertanyaan kecenderungan atau peristiwa yang terjadi), What is
pattern (penyataan pola hubungan), What if (pertanyaan berbasiskan
model komputer, kesesuaian lahan, risiko terhadap bencana, dan lain-lain), Which
is the best way (pertanyaan route optimum).
Fungsi-fungsi
analisis yang dapat dilakukan secara umum terdapat dua jenis, yaitu analisis
spasial dan analisis atribut. Fungsi analisis spasial meliputi: a)
Pemanggilan data, b) Generalisasi, c) Abstraksi, d) Manipulasi koordinat, e)
Buffer, f) Overlay dan dissolve, g) Pengukuran, h) Grid, i) Metode medan
digital (Digital Elevation Model). Fungsi analisis data
atribut, mencakup: a) Membuat basis data baru (create data base), b)
Menghapus basis data (clean data base), c) Membuat tabel basis data (create
table), d) Menghapus tabel
basis data (drop table), e) Mengisi dan menyimpan data (record) ke
dalam tabel (insert), f) Membaca dan mencari data (filed atau
recored) dari tabel basis data (retrive), g) Mengubah dan mengedit
data yang terdapat di dalam tabel basis data (update, edit), h)
Menghapus data dari tabel (pack), i) Membuat indeks untuk setiap tabel
basis data.
Manfaat
analisis spasial untuk penyakit
Analisis
spasial menggunakan SIG dimaksudkan untuk mendukung pengambilan keputusan
surveilans dan penanggulangan penyakit. Dalam proses pengambilan keputusan
harus benar-benar mengetahui informasi terakhir mengenai situasi penyakit,
populasi berisiko, dan trend terjadinya kasus di masa datang di wilayahnya.
Kebutuhan khusus bagi layanan penanggulangan penyakit berbasis lingkungan
bervariasi sesuai dengan perbedaan situasi lingkungan dan epidemiologi. Kita
harus benar-benar memahami secara cepat berdasarkan informasi yang ada,
penyediaan informasi terbaru sangat berguna untuk memandu kegiatan di lapangan:
kapan dan di mana harus mengintervensi, intervensi apa yang paling efektif,
bagaimana suatu intervensi menjadi layak walau dengan sumber daya yang
terbatas. Guna pengambilan keputusan penting, maka sudah selayaknya para
pengambil keputusan memperoleh informasi yang mudah dipahami dan dapat
dipercaya.
Prinsip
dasar analisis spasial penyakit berbasis lingkungan
Prinsip
dasar analisis spasial penyakit berbasis lingkungan mencakup hal-hal sebagai
berikut:
Menggunakan data epidemiologi surveilans penyakit
Menggunakan indikator seminimal mungkin yang cukup untuk
mendukung pengambilan keputusan yang terkait dengan kegiatan surveilans dan
penanggulangan penyakit.
Data penyakit dan populasi akan dikumpulkan dan
dimasukkan di tingkat desa di mana data surveilans epidemiologi dikumpulkan
secara rutin.
Data lingkungan (peta) dan fasilitas surveilans penyakit
akan diintegrasikan ke dalam SIG untuk memudahkan pengguna dalam mempelajari
pola penyebaran spasial penyakit berbasis lingkungan sekaligus memantau kinerja
program surveilans.
Mengalihkan data menjadi representasi visual seperti peta
dan grafik untuk memfasilitasi interpretasi dan pembandingan data.
Membandingkan risiko penyakit menurut tempat dan waktu
untuk mengevaluasi dinamika penularan penyakit.
Menilai aksesibilitas terhadap fasilitas surveilans dan
penanggulangan penyakit berbasis lingkungan. Hal yang terpenting, menggunakan
data untuk menentukan wilayah mana yang paling berisiko sehingga dapat
menentukan tindakan apa yang harus diambil untuk penanggulangan, wilayah mana
yang memiliki potensi terjadinya kasus paling tinggi sehingga dapat dilakukan
tindakan antisipasi yang tepat sesegera mungkin.
Sub sistem analisis dan pemanggilan data
Analisis
spasial menggunakan SIG memiliki fungsi dasar dari sebagian besar karakteristik
SIG; visualisasi, query (pemanggilan) data atribut dan spasial,
klasifikasi, operasi hitung, operasi tumpang susun dan fungsi lingkungan
seperti wilayah penyangga (buffering).
Output
dalam analisis SIG ini menekankan pada penyediaan lingkungan sederhana untuk
melaksanakan analisis eksploratif yang berfokus pada identifikasi wilayah
berisiko, pengelompokan kasus, tren waktu, dan analisis komparatif.
Langkah-langkah
untuk studi kasus (Memetakan penyakit berbasis lingkungan) adalah sebagai
berikut:
Pemetaan
penyakit berbasis lingkungan telah lama dianggap sebagai salah satu langkah
penting dalam perencanaan program penanggulangan penyakit. Peta sketsa penyakit
sederhana dapat mengungkap wilayah mana yang berisiko penyakit yang tinggi dan
di wilayah mana penularan cenderung terjadi, dan di wilayah mana penularan
tidak terjadi.
Pemetaan
penyakit berbasis lingkungan mencakup: pemetaan risiko penyakit, pemetaan
berseri dan peta stratifikasi.
Pemetaan
risiko penyakit. Peta risiko penyakit ini memuat
informasi yang diperlukan oleh pengguna untuk menemukan kejadian kasus dan
populasi berisiko di tingkat desa. Peta risiko penyakit terbagi dalam dua
bentuk, peta titik yang menunjukkan penyebaran kasus penyakit dan chloropleth
map (peta wilayah) yang menunjukkan populasi berisiko penyakit di
desa-desa.
Pemetaan
penyakit berseri. Kita dapat mencermati dinamika penularan
penyakit di suatu wilayah dengan cara melakukan pemetaan insiden penyakit dalam
kurun waktu tertentu atau pada bulan-bulan berbeda dalam satu tahun. Analisis
ini digunakan untuk menilai apakah pola penyakit konsisten dari waktu ke waktu
di kabupaten yang bersangkutan. Jika ternyata konsisten, hal ini menunjukkan
agar kegiatan penanggulangan penyakit difokuskan pada wilayah dengan risiko
lebih tinggi. Pemetaan ini juga membantu mengidentifikasi fokus penularan
setempat, juga untuk menilai efektifitas program penanggulangan penyakit dengan
cara mengevaluasi variasi intensitas penularan.
Stratifikasi
penyakit. SIG memungkinkan adanya stratifikasi yang berkelanjutan
dan lebih mudah dari pada penggambaran manual. Stratifikasi yang digunakan
adalah standard Nasional misalnya untuk malaria menggunakan API (annual
parasite insidence) sedangkan penyakit lainnya berbeda misalnya demam
berdarah menggunakan Incidence rate.
Analisis kinerja
surveilans, Pada
proses ini kita dapat menilai kinerja surveilans, yaitu dengan menganalisis
hasil cakupan kegiatan, misalnya untuk malaria kita bisa menilai cakupan jumlah
sediaan darah yang diambil dan jumlah yang diperiksa positif
Menggunakan SIG untuk mempelajari pola
spasial penyakit
Peta
risiko penyakit yang dibuat secara tumpang susun di atas peta tata ruang dan land
cover di atas peta topografi dan hidrologi akan memberikan informasi yang
berharga untuk mencermati keterkaitan antara penyakit dan variabel lingkungan.
Dengan demikian, pengelolaan lingkungan dapat dilakukan untuk menghasilkan efek
berkelanjutan dari program penanggulangan penyakit berbasis lingkungan.
Analisis
model SIG dan prakiraan penyakit
Salah
satu aspek penting penanggulangan penyakit adalah identifikasi wilayah dengan
risiko penularan tinggi dengan potensi penularan terjadi di masa depan. Model
SIG berdasarkan data lingkungan dapat digunakan untuk mengintegrasikan berbagai
data (peta) lingkungan guna mengidentifikasi wilayah dengan risiko tinggi.
Sebagai
contoh: menyusun peta penyebaran populasi dengan peta risiko malaria berguna
untuk menghitung jumlah populasi berisiko yang amat penting bagi Dinas kesehatan
untuk mengalokasikan sumber daya kesehatan berdasarkan jumlah populasi berisiko
di tingkat puskesmas dan desa.
Aksesibilitas
terhadap layanan surveilens dan penanggulangan malaria
Sebagai
alat perencanaan, SIG dapat digunakan untuk menilai cakupan layanan surveilans
dan penanggulangan penyakit. Radius jarak tertentu (buffering) dapat
dihitung pada SIG untuk mengungkapkan wilayah cakupan terhadap layanan tertentu
misalnya Rumah Sakit, Puskesmas, dan Puskesmas pembantu.
Referensi
:
Bonham-Carter, 1996, Geographic
Information System for GeoSientist (Modelling with GIS),Pergamon, Canada
C.P. Lo and Yeung, Concepts and Techniques of
Geographic Information Systems, Prentice –Hall of India.
Dapeng Luo, 1992, Geographical Information
System: A Tool to Improve Decision Making on Malaria Surveillance and Control,
Kemenkes RI
Fahmi Ahmadi, 2005, Manajemen Penyakit
Berbasis Wilayah, Kompas
Eddy Prahasta, 2001, Konsep-Konsep Dasar
Sistem Informasi Geografis, Informatika Bandung
ESRI, 1998, Spatial Analyst,
Environmental Systems Research Institute (ESRI) Inc., Redlands California USA.
Shunji Murai (diterjemahkan oleh Tri Agus
Prayitno), 2000, GIS Workbook, Buana Khatulistiwa, Jakarta.
Supriyantoro Agus, 2008, Infrastruktur
data spasial (IDS) Sistem Informasi Geografi, Universitas Negeri Malang
Zeiler
M., 1999, Modeling Our World, Environmental Systems Research Institute
(ESRI) Inc., Redlands California USA.
0 Response to "ANALISIS SPASIAL UNTUK PENYAKIT BERBASIS LINGKUNGAN"
Post a Comment